JAKARTA TIMUR, DKI JAKARTA -
Terbatasnya pasokan daging sapi membuat harga jual komoditas itu di
pasaran di kisaran mencapai Rp 90.000 sampai Rp 105.000 per kilogram.
Pedagang daging sapi pun banting setir ke usaha lainnya akibat sepi
pembeli. Pantauan Warta Kota hari Selasa (19/2) di tiga pasar
tradisional di wilayah Jakarta Timur, yakni Pasar Ciracas, Pasar Rebo
dan Pasar Kramat Jati, terlihat los daging sapi kosong. Hanya pedagang
daging kambing, ayam, dan ikan yang masih mengisi lapak.
Pemandangan serupa terlihat
di Pasar Ciracas Jakarta Timur, los daging sapi sepi pedagang, tidak
terlihat satupun aktivitas pedagang ataupun transaksi jual beli yang
biasa terjadi. Idris (43), seorang pedagang daging sapi di Pasar Rebo
mengaku dirinya beralih berjualan daging ayam karena harga daging sapi
naik dalam tiga bulan terakhir.
Kenaikan itu membuat
dirinya tak punya cukup modal untuk berjualan daging sapi. "Harganya
berkisar mulai dari Rp 90.000 sampai dengan Rp 95.000 per kilogram dari
sebelumnya Rp 80.000 per kilogram," jelas warga RT 01/09 Kampung Baru,
Pasar Rebo Jakarta Timur itu. Idris yang sudah berjualan daging sapi
hampir 15 tahun di pasar tradisional itu mengaku mahalnya harga daging
membuat jumlah pembeli menurun, akibatnya dia harus menelan kerugian
besar karena modal tak kembali.
Sampai akhirnya dia
berjualan daging ayam karena pembeli masih banyak dan risiko rugi kecil.
"Minat pembeli daging sapi yang terus turun dari semula saya bisa jual
daging 15 sampai dengan 20 kilogram per hari, kini hanya satu atau dua
kilogram per hari. Melihat kondisi tersebut kita harus berani banting
setir untuk jualan yang lainnya," jelas Idris Hal yang sama juga
disampaikan oleh Ndut (34), pedagang daging kambing yang sebelumnya
berjualan daging sapi di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur.
Disebutkannya, harga daging
sapi semula seharga Rp 80.000 sampai dengan Rp 83.000 per kilogram,
saat ini naik 10 persen menjadi Rp 90.000 per kilogram. "Kebanyakan
pedagang daging sapi di sini beralih untuk menjual daging kambing
ataupun menjual bagian lain dari sapi seperti kepala, kaki, kikil, dan
jeroan sapi, karena harganya tidak berubah," tuturnya. Disebutkannya,
dari sebanyak 50 lapak pedagang di los daging Pasar Kramat Jati, Jakarta
Timur, pedagang daging sapi yang masih tetap bertahan dan berjualan
daging sapi hanya tersisa 7 orang.
Penurunan pembeli itu juga
dirasakan oleh Ahmad Suryadi (35), penjual daging sapi di pasar Klender,
Jakarta Timur. Dia mengaku sebelum harga daging sapi naik dalam sehari
dia mampu menjual sekitar 50 kilogram daging sapi. "Kalau sekarang
paling yang laku cuma 20 kilogram daging sapi aja," kata Ahmad, di
Jakarta, Selasa (19/2). Penurunan itu membuat omzetnya ikut turun.
Harapannya saat ini adalah pembeli yang merupakan pemilik restoran atau
rumah makan.
Di Pasar Kebayoran Lama,
Jakarta Selatan, harga daging sapi tembus Rp 105.000 per kilogram atau
naik Rp 15.000 per kilogram dibandingkan pada tiga bulan sebelumnya.
Thamrin, salah seorang
pedagang di Pasar Kebayoran Lama, mengungkapkan, sebenarnya kenaikkan
harga daging sapi bertahan dimulai setelah Idul Fitri tahun 2012, dan
puncaknya pada Februari 2013. Sejak Januari hingga Februari ini, Thamrin
mengaku tak lagi bisa memesan daging sapi sebanyak 60 kg per hari
seperti biasanya. Saat ini maksimal hanya bisa membeli daging sapi dari
distributor 45-50 kg. Itu pun pesannya sepekan sebelumnya. " Sebelumnya
dua atau tiga hari saya sudah bisa pesan. " katanya.
Pembatasan Kuota
Menanggapi hal itu, Sarman
Simanjorang, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI
Jakarta, mengatakan kenaikan harga itu terjadi akibat kesalahan
pemerintah yang salah memperhitungkan jumlah demand (permintaan)
masyarakat dengan suplai daging sapi yang masuk ke masyarakat.
"Selama setahun, permintaan
warga Indonesia sebanyak 3,2 juta ekor sapi, lalu kenyatannya
penyuplaian jumlah sapi lebih rendah sekitar 30 persen, atau sebanyak
960.000 ekor sapi," kata Sarman saat ditemui Warta Kota di Jakarta, Rabu
(20/2).
Selain itu, katanya,
kebijakan pembatasan impor daging sapi yang dilakukan pemerintah bisa
memicu kenaikan harga daging sapi. "Tahun 2012, kuota impor daging sapi
mencapai 74.000 ton per tahun, kini kuota impor dikurangi menjadi 32.000
ton. Pembatasan ini sangat signifikan sekali, maka dari itu, kami
mengusulkan agar pemerintah bisa menaikkan jumlah kuota daging tersebut
sebesar 85.000 ton," kata Sarman.
Meski demikian, kata
Sarman, pemerintah beralasan akan mampu menyuplai kekurangan daging
tersebut melalui daging lokal, yang dihitung berdasarkan hasil sensus
sapi tahun 2011. Sarman mengatakan, kebijakan pengurangan kuota import
ini yang paling merasakan dampaknya adalah daerah DKI Jakarta. Sebab
Jakarta 100 persen menyuplai daging sapi dari luar, baik secara lokal
maupun impor.
"Kami sudah sampaikan pada
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo untuk mengadakan kuota khusus daging
sapi impor untuk Jakarta sebanyak 50.000 ton per tahun untuk jaminan
kelangsungan dunia usaha dan pengkonsumsian di rumah tangga," katanya.
Untuk itu, Sarman berharap
agar pemerintah bisa mengevaluasi secara komporherensif dalam mengukur
sejauhmana daging lokal itu mampu menyuplai kebutuhan pasar secara real.
Selain itu, Sarman menyarankan, agar pemerintah bisa menswasembadakan
atau menternakkan sapi milik negara, sehingga ketergantungan akan impor
daging sapi akan bisa diminimalisir.
sumber : kemendag.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar